Sabtu, 10 Januari 2015

Mahabharata Story

MAHABHARATA




Kitab Mahabharata ditulis oleh Rsi Wiyasa. Kitab ini terdiri dari Asthadasaparwa artinya 18 parwa atau bagian yang diubah dalam bentuk syair sebanyak 100.000 sloka, yaitu; Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa Wirathaparwa, Udyogaparwa, Bismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa, Sauptikaparwa, Striparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedaparwa, Asramawasanaparwa, Mausalaparwa, Prasthanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.

1.    Adi Parwa
Dalam parwa yang pertama yaitu Adiparwa, dimuat beberapa macam cerita, diantaranya matinya Arimba, burung dewata mengaduk laut susu yang menyebabkan keluarnya air hidup dan juga timbulnya gerhana matahari dan bulan yang dalam ceritanya terungkap bulan yang ditelan oleh raksasa yang hanya berwujud kepala. Ada juga cerita tentang Pandawa dan Kurawa ketika masih kecil, misalnya lakon Dewi Lara Amis, Bale si Gala-gala dan cerita Santanu. Negeri Hastina yang rajanya bernama Prabu Santanu mempunyai anak bernama Prabata atau disebut juga Bisma yang artinya teguh janji. Suatu saat Prabu Santanu tertarik dengan kecantikan Dewi Satyawati. Padahal Prabu Santanu sudah pernah bersumpah tak akan kawin lagi, hanya akan mengasuh sang Prabata saja.
Bisma pun mengetahui bahwa sang ayah telah bersumpah tak akan kawin lagi. Namun demikian Bisma sangat iba hati melihat sang ayah Prabu Santanu jatuh cinta kepada Dewi Satyawati yang hanya mau dikawini bila keturunannya dapat naik tahta. Melihat gelagat yang kurang pas itu, Bisma rela untuk melepaskan haknya sebagai raja pengganti sang ayah. Bisma kemudian bersumpah akan hidup sendiri dan tidak akan menikah selamanya. Ini berarti Bisma tidak menggantikan tahta ayahnya, agar sang ayah dapat menikah dengan Dewi Satyawati. Pernikahan Santanu dengan Dewi Satyawati berputra dua yaitu Citranggada dan Wicitrawirya. Citranggada tidak lama hidup, dia mati muda dan Wicitrawirya yang menggantikan sang Prabu Santanu sebagai raja Hastina dengan dua istri  yaitu Dewi Ambika dan Dewi Ambalika dari Negara Kasi. Belum sampai memiliki keturunan Prabu Wicitrawirya meninggal. Oleh Satyawati Bisma disuruh mengawini kedua janda tersebut, tetapi dengan tegas Bisma menolak. Kemudian Dewi Satyawati menyuruh anaknya Abiyasa (Wiyasa) hasil perkawinannya dengan Begawan Parasara untuk mengawini janda Ambika dan Ambalika dengan harapan ada keturunan dari silsilah Bharata yang meneruskan menjabat sebagai raa di Negara Hastina.
Dewi Ambika yang menikah dengan Rsi Wiyasa memiliki keturunan laki-laki bernama Drestharastra yang sejak lahir menderita buta dan tidak bisa menjadi raja. Sedangkan pernikahan antara Rsi Wiyasa dengan Dewi Ambalika menurunkan anak laki-laki bernama Pandhu si muka pucat. Pandhulah yang kemudian menduduki singgasana kerajaan Hastina. Pandhu menikah dengan dua wanita yaitu Dewi Kunthi dan Dewi Madrim. Pernikahannya dengan Dewi Kunthi berputra 3, yaitu Yudhisthira, Bima, dan Arjuna. Sedangkan pernikahannya dengan Dewi Madrim berputra 2, yaitu Nakula dan Sadewa. Sehingga Prabu Pandhu mempunyai 5 orang anak, dan kelima anak tersebut disebut Pandawa.
Drestharastra akhirnya menikah dengan kakak perempuan Sangkuni yang bernama Dewi Gandari dan mempunyai keturunan 100 orang yang disebut Kurawa. Ketika Pandhu meninggal, Drestharastra terpaksa menggantikan raja sementara meskipun buta. Drestharastra menjabat raja hanya sementara, inilah yang menimbulkan perang besar Bharatayuda selama 18 hari yang memakan korban sangat banyak.

2.    Sabha Parwa
Pada parwa ini menceritakan tentang permainan dadu hingga Pandawa menjalani hukuman. Usaha Kurawa untuk menghancurkan Pandawa tidak pernah mau berhenti. Kali ini Pandawa yang sudah menempati Indraprastha sebagai tempat berteduh diajak bermain dadu. Ternyata atas kelicikan orang Kurawa, meskipun Yudhistira ahli main dadu, tetapi tetap kalah karena tipu muslihat Sengkuni. Dalam permainan tersebut Yudhistira menyerahkan dirinya untuk dijadikan taruhan, hingga Yudhistira kalah dan menerima hukuman. Tetapi karena usaha Drestharastra para Pandawa menjadi bebas dari hukuman.
Kurawa tetap menginginkan kehancuran Pandawa dan diajaknya main dadu lagi dengan taruhan bila Pandawa kalah harus menjalani pembuangan selama 12 tahun dan tahun ke 13 mereka harus menyelinap atau bersembunyi tanpa diketahui orang dan baru pada tahun ke 14 kembali ke istana. Jika dalam penyelinapannya diketahui para Kurawa, Pandawa harus kembali ke hutan selama 12 tahun lagi dan menyelinap pada tahun ke 13 dan seterusnya.

3.    Wana Parwa
Bagian yang ketiga ini mengisahkan pengalaman-pengalaman Pandawa ketika berada dalam hutan buangan selama 12 tahun. Pernah para Pandawa menolong sebuah desa yang akan dimakan oleh seorang raja raksasa bernama Prabu Baka dari negeri Ekacakra. Prabu Baka mati terkena kuku Pancanaka Bratasena, perutnya robek dan ususnya keluar. Negeri Ekacakra tentram dan seorang yang tertolong itu berjanji akan sanggup menjadi korban saji (tawur) ketika perang besar nanti terjadi.
Disamping itu dikisahkan pula bahwa Arjuna juga pernah merukunkan suami istri yang belum pernah akur selama perkawinannya. Setelah Arjuna yang merukunkannya, maka orang tersebut sanggup menjadi tawur pada perang besar nanti. Pada saat Pandawa dalam hutan buangan sering menerika kehadiran para Brahmana yang hadir untuk mendoakannya. Maharsi Wiyasa datang untuk memberikan nasehat-nasehatnya agar Arjuna mau bertapa di gunung Mahameru untuk memohon senjata-senjata yang ampuh dan sakti. Tapa Arjuna inilah yang menjadi bahan cerita Arjunawiwaha.

4.    Wiratha Parwa
Mengisahkan Pandawa sudah selesai menjalani pembuangan selama 12 tahun di hutan. Maka mereka keluar dari hutan ingin menyelinap sesuai perjanjian. Para Kurawa berpendapat bahwa Pandawa pasti sudah mati dimakan binatang buas. Tetapi ternyata mereka sudah berada di negeri Wiratha sebagai budak sang Prabu Matsyapati. Penyamaran yang dilakukan para Pandawa adalah sebagai berikut:
Yudhistira sebagai kepala pasar berpangkat tandha bernama Dwijangkangka.
Bima sebagai tukang penyembelih sapi (jagal) dengan nama Ballawa dan ikut sebagai jagal Walakas di desa Pajagalan.
Arjuna diterima sebagai abdi sang permaisuri Dewi Sudisna bersama putri mahkota Dewi Utari, tugasnya mengajar tari dan sinden bernama Kandhi Wrehatnala dengan watak banci (wandu).
Nakula dan Sadewa sebagai tukang memelihara kuda dan tukang rumput (gamel), bernama Grantika dan Tantripala.
Drupadi bernama Salindri sebagai pelayan sang permaisuri Dewi Sudesna dan merangkap sebagai penjual kinang di pasar.
Penyamaran ini memang strategi mereka agar tidak jauh dengan Kandhi Wrehatnala, dan pada saat keluar agar mudah berhubungan dengan tandha Dwijangkangka dan jagal Ballawa serta Grantika dan Tantripala.
Meskipun di Wiratha sering mendapat marah dari sang Prabu Matsyapati, tetapi Pandawa sadar itu suatu perjalanan penuh kesabaran dan tawakal yang harus dijalani. Mengabdi sebagai budak kerajaan harus mau menerima apa adanya meskipun menerima siksa, dihina, dicerca, meskipun benar dianggap salah toh mereka beranggapan bahwa kebenaranlah yang akan mendapat anugrah.  
Sebagai abdi mereka berenam dalam strateginya mampu mengamankan negara Wiratha yang sedang terancam bahaya, misalnya jagal Ballawa mampu membunuh tritunggal Kencakarupa-Praupakenca dan Rajamala. Sedangkan Kandhi Wrehatnala mampu membunuh beribu-ribu tentara sekutu Hastina bersama para senapatinya sehingga negeri itu menjadi tenang dan tentram. Setelah para budak bersembunyi dan menyelinap di Wiratha selama satu tahun, barulah Prabu Matsyapati menyadari bahwa keenam bersaudara tersebut adalah para Pandawa. “Kakek Matsyapati, akulah cucu-cucumu Pandawa”. Seketika itu kemarahan Matsyapati menjadi kesabaran dan berjanji akan mengutamakan kebijaksanaan.

5.    Udyoga Parwa
Adalah parwa yang kelima mengisahkan bahwa pada tahun ke 14 Pandawa tidak bisa dicari oleh Hastina, apalagi para Kurawa yakin bahwa Pandawa sudah mati. Maka orang Hastina cemas bahwa Pandawa kembali ke Indraprastha. Di dalam bagian ke 5 ini Sri Kresna sebagai perantara minta separuh negara, tetapi Kurawa tidak rela. Oleh Karen itu tidak ada jalan lain, kecuali harus mempersiapkan diri untuk menghadapi peperangan.

6.    Bhisma Parwa
Dikisahkan bahwa perang Bharatayuda sudah dimulai dan Bisma sebagai panglima perang Hastina dan Dhresthadyumna sebagai panglima perang Pandawa akan berhadapan di medan perang Tegalkurukasetra. Pembela Pandawa yang lain adalah dari negara Wiratha diantaranya adalah Seta, Utara, Wratsangka yang akhirnya ketiga ksatrya tersebut gugur terkena panah Bisma.
Dalam perang besar Bharatayuda, kedudukan Sri Kresna sebagai penasehat Pandawa dan pengatur siasat perang serta menjadi kusir Arjuna. Dikala Arjuna bimbang menghadapi musuhnya yaitu  saudara-saudara, guru, kakek, kakak, maka Sri Kresna memberikan nasihat tentang hakikat dan kewajiban manusia secara mendalam. Wejangan yang mendalam dan panjang itu merupakan bagian yang disebut Nyanyian Tuhan (Baghawadgita).
Sepuluh hari pertempuran berlangsung, maka guguslah Bisma. Ia tidak terus mati, melainkan masih hidup beberapa lama lagi. Kemudian masih mampu memberikan wejangan kepada kedua belah pihak yang bertikai.

7.    Drona Parwa
Bagian ketujuh yang tentang Begawan Drona sebagai senapati Kurawa dam gugurnya Gatotkaca. Drona telah menjadi panglima perang Kurawa. Sedangkan Karna mengamuk telah ditentang Gathokaca, namun Gathotkaca gugur. Abimanyu anak Arjuna dengan Subadra juga gugur oleh Jayajerata. Raja Drupada pun gugur, sebagai seorang anak maka Dhresthadyumna mengamuk dan pada hari ke 15 Drona gugur oleh Dhresthadyumna.

8.    Karna Parwa
Parwa yang kedelapan. Diceritakan Bima merobek dada Dursasana secara sadis dan meminum darahnya. Pada hari ke 17, Karna terbunuh oleh Arjuna hingga terpenggal kepalanya.

9.    Salya Parwa
Mengisahkan tentang Prabu Salya raja Mandraka menjadi panglima perang Pandawa namun hanya setengah hari gugur oleh tipu muslihat Nakula dan Sadewa. Hal tersebut dilakukan oleh Nakula dan Sadewa karena perintah Sri Kresna sebagai dalang Pandawa.

10.  Sauptika Parwa
Diceritakan perihal Aswatama putra Drona. Karena dendam, maka pada malam hari yang dinyatakan tidak perang itu, Aswatama masuk ke kemah-kemah membunuh semua yang ditemuinya, diantaranya Dhresthadyumna. Dalam parwa ini diungkapkan bahwa Aswatama lari ke hutan dan berlindung di pertapaan Wiyasa. Keesokan harinya datanglah Pandawa ke pertapaan Wiyasa. Dalam pertemuan itu terjadi perang ramai antara Pandawa dan Aswatama yang kemudian dilerai oleh Rsi Wiyasa dan Kresna. Aswatama menyerahkan senjata dan kesaktiannya. Akhirnya Aswatama pergi menjadi pertapa.

11.  Stri Parwa
Bagian kesebelas mengisahkan tentang Prabu Dhrestharastra, Pandawa, Kresna dan semua istri para pahlawan datang di medan Tegalkurukasetra. Mereka mencari suaminya masing-masing dan hari itu adalah hari tangis. Mereka menyesali kejadian itu. Semua jenazah para pahlawan yang ditemukan dibakar bersama. Yudhistira menyelenggarakan upacara pembakaran mayat mereka yang tewas di medan perang dengan mempersembahkan air suci kepada para arwah leluhur dan pada saat itu pulalah Dewi Kunthi menceritakan kelahiran Karna yang dari semula menjadi rahasia pribadinya.

12.  Santi Parwa
Para Pandawa mencari pencerahan jiwa dan pembersihan diri. Sebulan lamanya Pandawa tinggal di hutan untuk membersihkan diri. Atas petunjuk Rsi Wiyasa dan Kresna, diharapkan agar Yudhistira mau memerintah di Hastina dan didukung oleh adik-adiknya. Wiyasa dan Krena memberi wejangan tentang kewajiban dan kesanggupan manusia dan para ksatria sebagai generasi penerus. Akhirnya Yudhistira mau menjadi raja di istana Hastina serta mereka menunaikan tugas bersama.

13.  Anusasana Parwa
Mengisahkan kejadian-kejadian sebagai penutup Bharatayuda dan wejangan dari Bisma terhadap Yudhistira. Dengan detail Bisma mengajarkan ajaran Dharma. Artha, aturan kedermawanan, aturan luhur permasalahan, dan sebagainya. Juga dijelaskan tentang berbagai jenis upacara dan tentang kewajiban yang berhubungan dengan waktu. Akhirnya Bisma meninggal dengan tenang sesudah perang.


14.  Aswamedha Parwa
Bagian keempatbelas yaitu mengisahkan Prabu Yudhistira pada saat mengadakan upacara untuk naik tahta kerajaan dengan cara membiarkan dan membebaskan kuda. Pembebasan kuda tersebut dilakukan selama satu tahun dengan penjagaan ketat. Siapa saja yang mengganggu  kuda tersebut akan dihukum. Pada bagian ini juga diceritakan kisah seekor tikus yang mengunjungi upacara Aswamedha itu, serta menguraikan tentang hakikat yajna.

15.  Asramawasika Parwa
Parwa ini mengisahkan tentang Dhrestharastra yang menarik diri dari keramaian dan ingin hidup di hutan dengan Gandari dan Kunthi yang juga ingin menjadi pertapa. Tetapi setelah hidup di hutan selama satu tahun mereka mati karena hutan terbakar oleh api Dhrestharastra sendiri.

16.  Mausala Parwa
Parwa yang menceritakan musnahnya kerajaan Dwarawati akibat berkobarnya perang saudara antara kaum Yadawa atau bangsa kulit hitam (Wangsa Wresni). Wangsa ini lenyap karena saling perang dengan menggunakan gada alang-alang. Baladewa mati, Kresna lari ke hutan dan mati terbunuh dengan tidak sengaja oleh seorang pemburu. Wiyasa menyarankan Pandawa mengundurkan diri pula, melakukan kehidupan sanyasa.

17.  Mahaprastanika Parwa
Parwa ini menceritakan sesudah pemerintahan diserahkan ke cucunya Pandawa yang bernama Prabu Parikesit, maka Pandawa lima bersama-sama Dropadi menarik diri untuk menuju menuju pantai. Satu demi satu mereka meninggal secara berurutan dari Dropadi, kemudian dari yang muda Sadewa, Nakula, Arjuna, Bima.
Tinggal Yudhistira dengan seekor anjing yang selalu mengikuti pengembaraan para Pandawa. Batara Indra datang menjemput Yudhistira tetapi ditolak bila anjing itu tidak boleh ikut serta. Akhirnya anjingnya pun diperbolehkan ikut serta. Maka masuklah Yudhistira ke Indraloka bersama Batara Indra. Sedangkan anjing itu masuk ke Sorgaloka berubah menjadi Sang Hyang Batara Darma / Hyang Suci.

18.   Swargarohana Parwa
Parwa terakhir yang menceritakan sewaktu Yudhistira ke surga tidak bertemu dengan saudara-saudaranya dan juga dengan Dropadi. Justru malah bertemu dengan kakak-kakaknya dari Hastina. Oleh karena itu dia mencari ke neraka dan bertemu dengan adik-adiknya dalam penyiksaan. Namun dengan masuknya Yudhistira ke neraka maka berbaliklah keadaannya. Neraka dibalik menjadi surga. Sedangkan surganya orang-orang Kurawa telah berbalik menjadi neraka.




2 komentar: